Welcome to our website !

GET YOUR INFORMATION HERE

ORIENTASI NILAI BUDAYA

By 19.04

              Orientasi nilai budaya atau yang bisa juga disebut sebagai sistem nilai budaya adalah konsep – konsep yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar masyarakat yang berkaitan dengan apa yang diinginkan, pantas, dan berharga, yang mempengaruhi individu yang memilikinya dan berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia.
            Lalu, apa perbedaan antara orientasi nilai budaya tersebut dengan sikap mental? Menurut Koentjaraningrat, sikap mental (attitude) merujuk pada individu dan nantinya secara sekunder kepada masyarakat. Sikap merupakan suatu disposisi atau keadaan mental seseorang untuk bereaksi terhadap lingkungannya.

Kerangka Kluckhohn Mengenai 5 Masalah Besar Dalam Hidup yang Menentukan Orientasi Nilai Budaya Manusia.


            Kluckhohn dalam bukunya yang berjudul “Variations in Value Orientation” menyatakan bahwa sistem nilai budaya dalam semua kebudayaan di dunia sebenarnya mengenai 5 masalah pokok dalam kehidupan manusia.

Masalah Dasar dalam Hidup
Orientasi Nilai Budaya
Hakikat Hidup (HK)
Hidup itu buruk.
Hidup itu baik.
Hidup itu buruk, tetapi manusia wajib berikhtiar supaya hidup itu menjadi baik.
Hakikat Karya (HK)
Karya itu untuk nafkah hidup.
Karya itu untuk kedudukan, kehormatan, dsb.
Karya itu untuk menambah karya.
Persepsi Manusia Tentang Waktu (MW)
Orientasi ke masa kini.
Orientasi ke masa lalu.
Orientasi ke masa depan.
Pandangan Manusia Terhadap Alam (MA)
Manusia tunduk kepada alam yang dahsyat.
Manusia menjaga keselarasan dengan alam.
Manusia berusaha menguasai alam.
Hakikat Hubungan Manusia Dengan Sesamanya (MM)
Orientasi kolateral (horizontal), rasa ketergantungan kepada sesamanya (berjiwa gotong royong).
Orientasi vertikal, rasa ketergantungan kepada tokoh – tokoh atasan dan berpangkat.
Individualisme menilai tinggi usaha atas kekuatan sendiri.

Penjelasan:
1.      Masalah mengenai hakikat dari hidup manusia (HK).
a.      Hidup itu buruk.
Hidup itu ditanggapi oleh manusia sebagai hal yang buruk jika manusia tersebut mengalami kesulitan atau kegagalan dalam hidupnya dan berpendapat bahwa hidup itu negatif.
Sebagai contoh, di Amerika terdapat suku Indian yang memiliki paham bahwa setiap bayi yang lahir itu adalah suatu kesialan. Dan jika ada orang yang mati, itu merupakan suatu hal yang menggembirakan. Hal tersebut terjadi karena mereka berpendapat bahwa bayi yang lahir tersebut nantinya hanya akan mendapat kesulitan dan kesengsaraan dalam menjalani hidup di dunia. Mereka juga berpendapat bahwa yang mati akan bahagia hidup di alam sana karena telah terbebas dari masalah – masalah dalam hidup. Sehingga ketika ada bayi lahir, mereka menyambutnya seperti pemakaman. Sedangkan ketika ada kematian, mereka merayakannya seperti pesta.
b.      Hidup itu baik.
Hidup itu sebagai suatu hal yang baik jika kita beranggapan bahwa hidup merupakan suatu anugerah dari Tuhan dan merupakan hal yang berdampak positif.
Sebagai contoh, seorang yang sukses di dunia pasti beranggapan bahwa hidup di dunia merupakan anugerah dari Tuhan karena bisa menikmati hidup serta sukses di dunia.
c.       Hidup itu buruk tetapi manusia wajib berikhtiar supaya hidup itu menjadi baik.
Sebagai contoh, seorang yang kurang mampu dan serba kekurangan, pasti akan beranggapan bahwa hidup itu buruk karena banyak mengalami kesulitan. Namun, orang yang memiliki agama pasti beranggapan bahwa hidup memang buruk tetapi akan menjadi lebih baik apabila kita berikhtiar. Sehingga, untuk mencapai suatu hidup yang lebih baik tersebut, manusia perlu berikhtiar untuk mencapai kesuksesan dan kemudahan dalam hidup.

2.      Masalah mengenai hakikat dari karya manusia (MK).
a.      Karya itu nafkah hidup.
Sebagai contoh, seorang pencipta lagu yang membuat berbagai lagu untuk penyanyi lain. Orang lain pasti beranggapan bahwa karya hasil ciptaannya yang berupa lagu untuk penyanyi baru tersebut adalah hal yang membuat penyanyi tersebut tenar. Namun, sebenarnya di sisi lain seorang pencipta lagu beranggapan bahwa karyanya itu dibuat untuk orang lain agar mendapat royalti atau pendapatan dari penyanyi baru tersebut. Jadi, sebuah karya diciptakan untuk menafkahi hidup sang pembuat karya tersebut.
b.      Karya itu untuk kedudukan, kehormatan, dsb.
Sebagai contoh, Bill Gates membuat sebuah karya berupa Operating System yang diproduksi oleh perusahaannya yaitu Microsoft. Ia membuat karya tersebut awalnya bukan karena ingin menjadi orang yang nantinya kaya raya. Namun, ia membuat karya tersebut agar mendapat penghargaan dan kehormatan atas karyanya yang mampu memperlancar segala kegiatan IT dan memotivasi orang lain untuk berkarya kreatif seperti dirinya, sehingga ia mampu menjadi Presiden Microsoft. Jadi, karya itu dianggap sebagai alat untuk mendapat kehormatan atau kedudukan yang lebih tinggi.
c.       Karya itu untuk menambah karya.
Sebagai contoh, seorang penyair atau pembuat puisi membuat puisi tersebut selain untuk berkarya, juga untuk menambah karya – karyanya yang dulu sudah ada agar bertambah banyak dan menjadi terkenal karena puisinya yang banyak.
Contoh yang lain yaitu seorang pencipta lagu keroncong. Ia membuat karyanya itu bukan untuk mendapatkan uang, tetapi lebih kepada untuk menambah lagu keroncong Indonesia yang sudah jarang ada dan untuk melestarikan budaya keroncong.

3.      Masalah mengenai hakikat dari kehidupan manusia dalam ruang waktu (MW).
a.      Orientasi ke masa kini.
Sebagai contoh, orang – orang kaya yang tingkat konsumsinya tinggi hanya berpikir untuk masa kini. Mereka membeli sesuatu hanya untuk digunakan atau hura – hura di masa sekarang. Mereka tidak berpikir untuk kedepannya dan apakah kekayaan mereka bisa untuk mencukupi kebutuhannya di masa yang akan datang. Biasanya orang yang berpikir seperti itu selalu kesusahan di masa mendatang.
b.      Orientasi ke masa lalu.
Sebagai contoh, orang – orang yang sudah tua dan selalu berpikir dengan cara yang dulu. Mereka selau mengingat masa lalu mereka dan tidak melihat ke depan. Jika dihadapi dengan persoalan mengenai masa kini atau masa depan, mereka selalu kesulitan. Biasanya orang yang berpikir seperti ini memiliki sifat keras kepala.
c.       Orientasi ke masa depan.
Sebagai contoh, orang – orang yang sukses selalu berpikir untuk masa depan hidup mereka. Namun, mereka juga belajar dari masa lalu mereka untuk mendapatkan kemudahan di masa depannya. Biasanya orang yang berpikir seperti ini selalu merencanakan segala sesuatunya dengan baik dan teratur. Orang – orang yang seperti ini selalu mendapat kesuksesan di masa yang akan datang walaupun dalam prosesnya sering mendapat kesusahan.

4.      Masalah mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya (MA).
a.      Manusia tunduk kepada alam yang dahsyat.
Sebagai contoh, BBM yang merupakan bahan bakar minyak. Manusia di dunia sebagian besar menggunakan kendaraan yang berbahan bakar BBM. Jika alam tidak menyediakan bahan untuk membuat BBM, maka manusia akan kesulitan dan akhirnya tak berdaya karena kehendak alam.
Contoh lain adalah bencana alam. Sehebat – hebatnya manusia dalam membuat bangunan, pasti bangunan tersebut akan runtuh juga oleh bencana alam dan membuat manusia menjadi tak berdaya. Ia membuktikan bahwa manusia masih tunduk kepada alam yang dahsyat.
b.      Manusia menjaga keselarasan dengan alam.
Sebagai contoh, penghargaan Adipura atau Kalpataru merupakan contoh usaha manusia untuk menjaga keselarasan dengan alam melalui penghargaan bagi daerah yang bisa menjaga alam agar tetap bersih dan sehat.
Contoh lain adalah PROKASIH (Program Kali Bersih). Ini merupakan contoh dari pemerintah yang masih peduli terhadap kelestarian lingkungan agar tetap terjaga dari hal – hal buruk.
c.       Manusia berusaha menguasai alam.
Sebagai contoh, para penebang hutan liar di Kalimantan berusaha memanfaatkan alam untuk kepentingan mereka sendiri. Mereka tidak memikirkan akibat yang akan ditimbulkan dari kegiatan ilegal mereka tersebut seperti terjadinya bencana alam.
Contoh lain adalah para pemburu binatang untuk diawetkan. Mereka tidak berpikir bahwa binatang jika diburu akan dapat merusak habitat dan ekosistem lingkungan alam. Mereka hanya berpikir jika mereka mendapatkan binatang untuk diawetkan, mereka akan mendapatkan uang banyak.

5.      Masalah mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan sesamanya (MM).
a.    Orientasi kolateral (horizontal), rasa ketergantungan kepada sesamanya (berjiwa 
     gotong royong).
Manusia sejak lahir memiliki rasa untuk ingin hidup bersama dengan yang lain. Manusia tidak dapat hidup tanpa adanya bantuan dari orang lain. Maka dari itu, manusia sangat bergantung pada manusia yang lain sehingga saling membantu antara satu dengan yang lain.
Contohnya adalah bertetangga. Dalam bertetangga kita pasti menjalin hubungan untuk saling membantu atau gotong royong. Suatu keluarga tanpa adanya tetangga dalam daerahnya, maka akan kesulitan dalam menjalani hidup. Jadi, manusia itu sejak lahir memiliki rasa ketergantungan terhadap sesamanya.
b.      Orientasi vertikal, rasa ketergantungan kepada tokoh – tokoh atasan dan berpangkat.
Seseorang dalam hidup pasti membutuhkan orang atau tokoh atasannya untuk membantunya dalam mengatasi permasalah hidup.
Sebagai contoh, seorang siswa SMA tidak akan bisa lulus Ujian Nasional tanpa adanya bantuan bimbingan dari tokoh atasannya yaitu gurunya. Jika guru tersebut tidak memberikan bimbingan kepadanya, maka murid tersebut akan kesulitan dalam menghadapi Ujian Nasional dan akhirnya tidak lulus. Jadi, manusia selain tergantung pada sesamanya yang sederajat, juga tergantung pada manusia yang lebih tinggi derajatnya.
c.       Individualisme menilai tinggi usaha atas kekuatan sendiri.
Sebagai contoh, seorang pebulutangkis yang bermain tunggal akan menganggap bahwa kemenangan dia merupakan hasil jerih payahnya yang membuktikan dirinya lebih bagus dari pebulutangkis yang lain. Dia menganggap bahwa dirinya tak perlu bantuan orang lain untuk bermain ganda agar menang. Sikap ini sering kali menimbulkan rasa sombong yang akhirnya membuat orang lain tidak suka terhadap sikapnya tersebut.

Penelitian mengenai makna hidup dan rhakna kerja telah dilakukan tahun 1987 di 5 komunitas masyarakat Indonesia, yaitu Daerah Istimewa Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Bali. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa ada 3 pandangan dasar tentang makna hidup, yaitu: (1) hidup untuk bekerja, (2) hidup untuk beramal, berbakti, dan (3) hidup untuk bersenang – senang. Sebanyak 89,1% berpandangan bahwa hidup ialah untuk bekerja, sisanya berpandangan bahwa hidup itu untuk beramal dan bersenang – senang. Untuk makna kerja diperoleh hasil bahwa kerja itu: (1) untuk mencari nafkah dan mempertahankan hidup, (2) untuk anak cucu, (3) untuk kehormatan, (4) untuk kepuasan dan kesenangan, (5) untuk amal ibadah. Makna kerja untuk mencari nafkah mencapai 79,3% dan untuk anak cucu 63,7%. (Buchori dan Wiladi, 1982).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hakikat hidup mempunyai pandangan bahwa hidup itu baik (meminjam konsep Kluckhohn). Demikian pula hakikat kerja (karya) berpandangan bahwa karya itu nafkah hidup dan kehormatan (meminjam konsep Kluckhohn). Karena penghayatan agama yang mendalam, ada juga yang berpandangan bahwah idup dan kerja itu untuk beramal. Pandangan ini, menunjukkan terarah kepada diri sendiri, tidak berorientasi ke luar. Pandangan semacam ini sering disebut stoic: gelap, keras, dan suram, sebagai akibat kecenderungan untuk berputar – putar dalam dirinya sendiri (Buchori dan Wiladi, 1982).
Sistem – sistem nilai di Amerika telah diteliti oleh Williams (1960). Diperoleh informasi adanya orientasi nilai – nilai yang dianut oleh warganya, yaitu:
  • Hasil usaha dan keberhasilan dipentingkan oleh pribadi.
  • Menekankan pada aktivitas dan pekerjaan.
  • Memandang dunia dari segi moral.
  • Mementingkan mores (adat istiadat) kemanusiaan.
  • Menghargai efisiensi dan kepraktiksan.
  • Optimisme ke masa depan (kemajuan).
  • Berorientasi kepada materi.
  • Berkeyakinan pentingnya persamaan derajat.
  • Menghargai kebebasan.
  • Menyesuaikan diri terhadap dunia luar.
  • Mementingkan segi rasio dan ilmu pengetahuan.
  • Memiliki patriotisme.
  • Berkeyakinan terhadap demokrasi.
  • Berkepribadian individualistik.
  • Mempunyai tema rasional dan superioritas kelompok.
Seluruh uraian tersebut dapat memberikan kerangka berpikir dalam membedakan dan memahmi tentang nilai, watak nilai, sistem nilai, dan orientasi nilai sosial atau budaya. Maka dalam memahami nilai – nilai dasar manusia, kita dapat sekaligus memberi “cap” tentang watak dan kompleksitas nilai – nilai dasar.


DAFTAR PUSTAKA

You Might Also Like

0 komentar